Langsung ke konten utama

Postingan

Fokus Pada Lembar Ujianmu

Fokus. Bisa dibilang, itu adalah sebuah kata yang cukup sakral dalam kehidupan (ku). Memang tak bisa dipungkiri, aku termasuk orang yang masih bermasalah dengan satu kata itu. Lebih tepatnya bukan bermasalah, melainkan masih memiliki banyak tantangan dan kesulitan untuk mencapai fase tersebut. Jika diumpakan, bagi para penikmat anime, ini mungkin seperti bangsa Saiyan yang membutuhkan waktu dan energi lebih untuk mencapai mode “ Super” (dalam serial DBZ). Atau mungkin, seperti mode “ Zone ” (dalam serial KnB) yang membutuhkan konsentrasi ekstra untuk mencapainya. Ini bukan alay lo ya, tapi nyata. Ada yang punya permasalahan sama? hhe. But anyway, sebenernya bukan itu yang pengen kuceritain. Tentunya ini masih tetap berhubungan dengan fokus. Balik lagi ya ke judul. Tarik nafas, fokus. Nyengir dikit. :D Diantara kita semua yang pernah menikmati bangku sekolah ataupun perkuliahan, rasanya tidak akan asing dengan momen ujian. Setelah belajar dan bertatap muka dengan pengajar dalam in
Postingan terbaru

Just Thinking #1

Sering saya berpikir, saat SMA dengan mudahnya dalam sehari menghafal halaman demi halaman bahkan hingga puluhan materi 1 subjek pelajaran dari sebuah buku catatan diantara hingar bingarnya alunan bebunyian alat-alat musik yang sedang dimainkan. Short term memory, mungkin begitulah saya menyebutnya. Ciri-cirinya cepat mengingat, tapi cepat pula untuk lupa. Anehnya, mengapa untuk UAS saya bisa melakukan semua hal itu, sedang untuk kalam Allah saya belum bisa apalagi maksimal dalam melakukannya? Nah loh, kebalik kan jadinya? Kalah telah ma anak kecil. #helanafas Bukanlah hal yang baru, bahwa ujian di saat lapang adalah saat kita memang tak bisa benar-benar membedakan, mana yang jauh lebih penting bagi kita di masa depan dari apa yang sekedar kita butuhkan untuk masa sekarang. Ketika lisan berselisih paham dengan respon tindakan. Ga akur gitu deh. "Yah, namanya juga manusia, sudah fitrah", begitu biasanya kita membuat alasan (excuse) di kepala kita.

Sang Pendosa : Kampung Halaman?

Wahai penduduk langit bumi dan seisinya, Aku hanya ingin bertanya… Kampung halaman ku itu syurga kan…? Lantas mengapa aku rela meretas jalan menuju neraka? TIdakkah aku rindu akan kampung halamanku? Apakah neraka adalah tempat yang begitu indah daripada taman syurga dan nikmatnya jauh melebihi keberlimpahan nikmat para penduduk syurga? Mungkinkah aku bosan? Ah, ingatpun tidak, bagaimana bisa terpikir dalam benakku bosan atas semua nikmat itu. Ataukah mungkin, Diriku saja yang belum terjaga? Aku merasa telah hidup, tapi ternyata hanya raga. Hatiku mati. Dan kupikir kau pun perlu tahu. Sungguh aku tak pernah mengerti… Jika memang sungguh syurga adalah kampung halamanku, Mengapa lebih sering diriku ini begitu rela dan mudahnya membiarkan langkah demi langkah menapaki jalan yang tidak seharusnya? Bahkan sudah teramat jelas Allah tunjukkan, ini bukanlah salah satu jalan menuju syurga, melainkan neraka. Entahlah. Sekalipun aku berkata cinta pada-Nya. Ternyata tindakanku menunjukkan seb

Segores Ragu

DIA yang pertemukan doa sebelum harap DIA yang pertemukan doa sebelum rupa DIA yang pertemukan doa sebelum cerita DIA yang bentangkan jalan di hadapan DIA yang bentangkan rahmat jauh melebihi batas pandang DIA yang bentangkan ampunan menembus batas usia Apakah layak bagi kita? Membiarkan keraguan merasuk dan menjangkiti diri barang sedikit saja? Untuk kemudian disimpan menjadi segores ragu akan ketentuan-Nya? Tanyalah pada hati. Jika kau tak kunjung temukan jawabannya, Atau ia menjadi bungkam dan tak bersuara, Mungkin... Ia membutuhkan penciptanya Ia membutuhkan sedikit curahan kasih dari-Nya Atau bahkan banyak? Entahlah. Namun, pastikan saja ia tak mati sebelum saatnya Jangan hentikan upaya, hingga ia kembali pada fungsinya Ya, sebagaimana seharusnya. Sebagaimana fitrahnya... (RF010414)

Tentang Kita

Ini bukan tentangku, tapi tentang kita. Saat ini, dahulu ataupun kelak di masa depan, sampai kapanpun ini adalah tentang kita. Bukan hanya aku, ini juga tentangmu, tentang dirinya pun juga mereka. Entah muda ataukah tua. Tak ada batas usia, jarak ataupun strata. Kita semua sama karena kita adalah satu kesatuan bu kan ? Adakah dirimu melihat? Gerak rodanya makin melamban seakan ingin berhenti. Adakah kita peduli? Bukankah kita ada barisan yang pernah memulai perjuangan ini? Maka sudah seharusnya kita pun bertanggung jawab atas apa yang telah kita mulai. Tak peduli kau libatkan hati atau bahkan tidak sama sekali pada setiap detik yang telah dilalui. Tahukah engkau? Aku begitu merindumu, jiwa-jiwa yang selama ini pernah membersamai dan menjadi satu. Dimanakah kalian berada saat ini? Jangan pernah berpikir, aku meminta kalian untuk kembali hadir menemani di sisi, sebab aku pun tidak seharusnya berdiam di titik ini dan menunggu engkau yang telah pergi. Dan aku pun takkan p

Sebelum Ajal Tiba

Jika ingin selamat dalam kehidupan dunia ini, jauhilah dosa, baik yang terang-terangan maupun yang tersamar. Janganlah beristighfar atas dosa tersebut, lalu kembali melakukannya. Perumpamaan orang yang banyak melakukan istighfar, tetapi masih mengulangi dosa-dosanya, seperti orang yang banyak minum obat, tetapi juga sering meminum racun. Nasihatilah dia dengan berkata,”Bisa jadi sebelum meminum obat, engkau sudah keburu mati lebih dahulu. Bisa jadi ajal datang setelah engkau berbuat dosa, padahal engkau belum sempat bertobat. Sehingga engkau pun mati dalam kondisi maksiat dan berdosa. Sungguh, ini adalah bahaya besar. Siapa pun yang enggan meninggalkan perbuatan terlarang, percuma ia melakukan kewajiban-kewajiban. Ibarat orang yang sakit, selama ia tidak menahan diri dari makanan yang dilarang dan tidak melakukan diet, percuma ia meminum obat. Ibarat orang yang membersihkan pakaiannya, sementara ia jatuhkan dirinya ke dalam kubangan lumpur. Mana mungkin pakaiannya bisa bers

Inspiring One

Prof. Ir. Achmad Subagio, M.Agr., Ph.D., Dosen Berprestasi Nasional yang Kini Menjadi Produser Grup Musik (Oleh : Khairunnisa Musari)   Sumber: www.unpad.ac.id   Pintar. Sederhana. Rendah hati. Santun. Shalih. Inspiratif. Mungkin itu keywords yang bisa digunakan untuk menggambarkan seorang Prof. Achmad Subagio dalam pandangan orang-orang yang pernah berinteraksi dengannya. Saya sudah pernah menyinggung keberadaan beliau pada artikel ‘Singkong, Salah Satu Solusi Ketahanan Pangan Bangsa’ . Kali ini, saya ingin menuliskan tentang beliau secara khusus… Tentu bukan tiba-tiba bila saya ingin menulis tentang beliau. Saya lupa kapan tepatnya, suami saya pernah bercerita tentang Pak Bagio yang seharusnya sudah layak menjadi profesor ketika usianya belum mencapai 40 tahun. Mungkin itulah pertama kali saya mendengar tentangnya. Beberapa waktu kemudian, sebuah media lokal yang menjadi jaringan Jawa Pos menulis khus