Fokus.
Bisa dibilang, itu adalah sebuah kata yang cukup sakral dalam kehidupan (ku). Memang tak bisa dipungkiri, aku termasuk orang yang masih bermasalah dengan satu kata itu. Lebih tepatnya bukan bermasalah, melainkan masih memiliki banyak tantangan dan kesulitan untuk mencapai fase tersebut. Jika diumpakan, bagi para penikmat anime, ini mungkin seperti bangsa Saiyan yang membutuhkan waktu dan energi lebih untuk mencapai mode “Super” (dalam serial DBZ). Atau mungkin, seperti mode “Zone” (dalam serial KnB) yang membutuhkan konsentrasi ekstra untuk mencapainya. Ini bukan alay lo ya, tapi nyata. Ada yang punya permasalahan sama? hhe.
But anyway, sebenernya bukan itu yang pengen kuceritain. Tentunya ini masih tetap berhubungan dengan fokus. Balik lagi ya ke judul. Tarik nafas, fokus. Nyengir dikit. :D
Diantara kita semua yang pernah menikmati bangku sekolah ataupun perkuliahan, rasanya tidak akan asing dengan momen ujian. Setelah belajar dan bertatap muka dengan pengajar dalam intensitas dan periode tertentu, ada masanya semua proses itu tiba untuk dievaluasi sekedar untuk mengukur sejauh mana pemahaman kita akan sebuah topik pelajaran ataupun persoalan yang telah dikupas dan diurai sekian lama dalam rentang waktu kegiatan belajar mengajar. Dari hasil evaluasi tersebut, maka akan diketahui kelayakan seseorang untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dimana biasanya ditunjukkan dengan indikator berupa nilai atau indeks prestasi tertentu.
Sejatinya hidup juga seperti itu. Ada yang bilang, “Life is learning itself”. Jadi, seluruh waktu yang kita punya dalam hidup ini sebenarnya adalah durasi belajar kita tentang banyak hal. Bukan sekedar untuk mengenal siapa diri kita ataupun Tuhan kita kemudian membuat dan mewujudkan visi dan misi hidup, melainkan juga meliputi keterampilan-keterampilan ( life skill) yang kita butuhkan agar tetap dapat bertahan hidup. Dan pasti akan tiba masanya, momen ujian itu datang. Bedanya, tak seperti ujian sekolah/kuliah yang kita ketahui kapan dilaksanakan dan kapan berakhirnya, ujian kehidupan ini datang begitu saja tanpa peringatan ataupun pemberitahuan. Ia datang menyesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai sarana pewujud harapan-harapan yang kita sisipkan dalam doa. Bagi mereka yang layak (lulus), akan memperoleh apa yang dinanti-nantikan dan melanjutkan ke tingkatan-tingkatan berikutnya hingga mencapai derajat mulia di hadapan-Nya. Bagi yang belum layak (lulus), maka akan didapati olehnya persoalan atau ujian yang sama berulang-ulang. Terus saja begitu. Sampai akhirnya layak.
Akan tetapi, kenyataannya, diantara kita seringkali kehilangan fokus. Belum selesai dengan 1 lembar soal ujian, mengerjakan seadanya, kita mulai melirik dan mengerjakan lembaran-lembaran lain. Bahkan terlalu turut campur mengerjakan lembaran orang lain. Hal ini yang akhirnya menyebabkan kita menjadi lamban dan tidak pernah “usai” dengan diri sendiri. Satu pelajaran yang menarik dan mengagetkan adalah kita seringkali lupa, bahwa bisa jadi suatu hari ketika petugas ujian baru saja memberikan lembar soal dan jawaban baru pada kita, tak lama kemudian ia tarik kembali lembaran itu berikut semua lembaran yang pernah diberikan. Selesai tidak selesai. Dan kemudian ia katakan, “Ujian telah selesai”. Apakah saat itu kita siap?
Itulah gambaran kematian. Tahapan final penanda masa ujian kita telah sampai pada ujungnya. Beruntunglah bagi mereka yang fokus mengerjakan satu demi satu, sibuk menghiasnya dengan jawaban-jawaban (amal-amal) terbaik dan terindah. Dan naas bagi mereka yang mengerjakan seadanya. Ketika ujian berakhir, mereka yang fokus pada lembaran demi lembaran ujiannya takkan menyisakan penyesalan. Sedangkan yang lainnya akan penuh dengan penyesalan.
Betapa dunia ini sungguh melalaikan. Semakin banyak hal yang mudah mengaburkan fokus kita begitu saja. Namun Allah telah memberikan solusi melaui kalam-Nya, yaitu Al Qur’an. Lihatlah orang-orang yang hidup bersama Al Qur’an dengan membaca, menghafal, mengamalkan dan mengajarkannya, mereka memiliki kekhusyu’an tersendiri yang begitu nikmat. Setiap kali mereka condong pada dunia, Al Qur’an menariknya dengan lemah lembut dan seketika itu mereka bertaubat. Betapa banyak kegelisahan hilang karena satu rakaat. Betapa banyak penyakit yang disembuhkan karena satu doa dipanjatkan. Dan betapa banyak perkara dimudahkan karena satu tetes air mata.
But anyway, sebenernya bukan itu yang pengen kuceritain. Tentunya ini masih tetap berhubungan dengan fokus. Balik lagi ya ke judul. Tarik nafas, fokus. Nyengir dikit. :D
Diantara kita semua yang pernah menikmati bangku sekolah ataupun perkuliahan, rasanya tidak akan asing dengan momen ujian. Setelah belajar dan bertatap muka dengan pengajar dalam intensitas dan periode tertentu, ada masanya semua proses itu tiba untuk dievaluasi sekedar untuk mengukur sejauh mana pemahaman kita akan sebuah topik pelajaran ataupun persoalan yang telah dikupas dan diurai sekian lama dalam rentang waktu kegiatan belajar mengajar. Dari hasil evaluasi tersebut, maka akan diketahui kelayakan seseorang untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dimana biasanya ditunjukkan dengan indikator berupa nilai atau indeks prestasi tertentu.
Sejatinya hidup juga seperti itu. Ada yang bilang, “Life is learning itself”. Jadi, seluruh waktu yang kita punya dalam hidup ini sebenarnya adalah durasi belajar kita tentang banyak hal. Bukan sekedar untuk mengenal siapa diri kita ataupun Tuhan kita kemudian membuat dan mewujudkan visi dan misi hidup, melainkan juga meliputi keterampilan-keterampilan ( life skill) yang kita butuhkan agar tetap dapat bertahan hidup. Dan pasti akan tiba masanya, momen ujian itu datang. Bedanya, tak seperti ujian sekolah/kuliah yang kita ketahui kapan dilaksanakan dan kapan berakhirnya, ujian kehidupan ini datang begitu saja tanpa peringatan ataupun pemberitahuan. Ia datang menyesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai sarana pewujud harapan-harapan yang kita sisipkan dalam doa. Bagi mereka yang layak (lulus), akan memperoleh apa yang dinanti-nantikan dan melanjutkan ke tingkatan-tingkatan berikutnya hingga mencapai derajat mulia di hadapan-Nya. Bagi yang belum layak (lulus), maka akan didapati olehnya persoalan atau ujian yang sama berulang-ulang. Terus saja begitu. Sampai akhirnya layak.
Akan tetapi, kenyataannya, diantara kita seringkali kehilangan fokus. Belum selesai dengan 1 lembar soal ujian, mengerjakan seadanya, kita mulai melirik dan mengerjakan lembaran-lembaran lain. Bahkan terlalu turut campur mengerjakan lembaran orang lain. Hal ini yang akhirnya menyebabkan kita menjadi lamban dan tidak pernah “usai” dengan diri sendiri. Satu pelajaran yang menarik dan mengagetkan adalah kita seringkali lupa, bahwa bisa jadi suatu hari ketika petugas ujian baru saja memberikan lembar soal dan jawaban baru pada kita, tak lama kemudian ia tarik kembali lembaran itu berikut semua lembaran yang pernah diberikan. Selesai tidak selesai. Dan kemudian ia katakan, “Ujian telah selesai”. Apakah saat itu kita siap?
Itulah gambaran kematian. Tahapan final penanda masa ujian kita telah sampai pada ujungnya. Beruntunglah bagi mereka yang fokus mengerjakan satu demi satu, sibuk menghiasnya dengan jawaban-jawaban (amal-amal) terbaik dan terindah. Dan naas bagi mereka yang mengerjakan seadanya. Ketika ujian berakhir, mereka yang fokus pada lembaran demi lembaran ujiannya takkan menyisakan penyesalan. Sedangkan yang lainnya akan penuh dengan penyesalan.
Betapa dunia ini sungguh melalaikan. Semakin banyak hal yang mudah mengaburkan fokus kita begitu saja. Namun Allah telah memberikan solusi melaui kalam-Nya, yaitu Al Qur’an. Lihatlah orang-orang yang hidup bersama Al Qur’an dengan membaca, menghafal, mengamalkan dan mengajarkannya, mereka memiliki kekhusyu’an tersendiri yang begitu nikmat. Setiap kali mereka condong pada dunia, Al Qur’an menariknya dengan lemah lembut dan seketika itu mereka bertaubat. Betapa banyak kegelisahan hilang karena satu rakaat. Betapa banyak penyakit yang disembuhkan karena satu doa dipanjatkan. Dan betapa banyak perkara dimudahkan karena satu tetes air mata.
Maka fokuslah pada lembaranmu. Hiasilah lembaran itu dengan sebaik-baik jawaban. Agar kelak, kebahagiaanlah yang menanti kita, bukan banyaknya penyesalan dan derita yang tak berujung.
Jalanan, 13 Muharram 1437H
#RF
Setiap dari kita memang tiada sempurna. Namun dari ketidaksempurnaan-ketidaksempurnaan diri kita dan orang lain itulah kita belajar, bagaimana menata langkah demi langkah agar dapat mencapai tujuan dengan sempurna. (Rasyid Al Fath)
Jalanan, 13 Muharram 1437H
#RF
Komentar
Posting Komentar